Memperdalam Pengetahuan terkait dengan HAM
Pada artikel minggu ini kita akan berbicara sedikit mengenai HAM, sebelum masuk kepada inti pembahasan mari kita pelajari terlebih dahulu arti HAM itu apa? Hak Asasi yang dimiliki oleh manusia semata-mata karena ia adalah manusia. Para Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata karena berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Dalam artian meskipun kita terlahir berkulit hitam, jenis kelamin, bahasa, budaya serta kewarganegaraan yang berbeda Ia tetap memiliki hak-hak tersebut. Selain memiliki sifat yang universal hak tersebut juga dapat dicabut atau bisa disebut inalienable yang memiliki arti dalam seburuk apapun perlakuan yang dialami oleh seseorang ataupun betapa bengisnya kelakuan seseorang, Ia tidak akan berhenti menjadi seorang manusia dan masih tetap memiliki hak-hak tersebut sebagai seorang manusia yang utuh. Dengan makna lain hak-hak tersebut telah melekat pada diri sebagai makhluk insani. Pada perkembangan hak asasi manusia, menurut Karel Vasak seorang ahli hukum yang berasal dari Perancis, dapat membantu kita untuk lebih memperdalam tentang perkembangan substansi dan juga ruang lingkup hak-hak yang telah terkandung dalam konsep hak asasi manusia. Istilah generasi digunakan oleh Vasak untuk menunjuk pada substitusi serta ruang lingkup hak-hak yang diprioritaskan pada satu kurun waktu tertentu. Ahli hukum dari Perancis itu membuat kategori menurut slogan revolusi Perancis yang dikenal dengan kebebasan, kebersamaan, serta persaudaraan. Leach Levin merupakan seorang aktivis hak asasi manusia PBB mengungkapkan bahwa konsep hak asasi manusia ada dua: yang pertama adalah hak asasi manusia ini tidak dapat dipisahkan dan juga dicabut adalah hak seorang manusia, karena Ia adalah manusia. Kedua, Hak asasi manusia adalah hak-hak menurut hukum yang dibuat melalui proses dan pembentukan hukum dari masyarakat itu sendiri, baik dilihat secara nasional maupun internasional.
John Rawis berpendapat bahwa ada tiga hal yang merupakan solusi bagi problem utama dalam keadilan, pertama ada prinsip keadilan yang sebesar-besarnya bagi setiap orang atau bisa disebut dengan principle of greatest equel liberty. Kedua, prinsip perbedaan atau bisa disebut dengan the different principle. Ketiga, prinsip persamaan yang adil atas kesempatan atau bisa disebut dengan the principle of fair equality of opportunity.
Dalam beberapa kasus hak asasi manusia memiliki peran tersendiri seperti dalam kasus LGBT, mungkin di luar negeri keadaan seperti ini sudah sangat lumrah tetapi di Indonesia hal ini masih bersifat tidak lumrah. Menurut survey yang dilakukan oleh CIA pada yang terjadi pada tahun 2015, yang telah dilansir di topikmalaysia.com jumlah populasi LGBT di Indonesia mencapai urutan ke-5 terbesar di Dunia setelah China, India, Eropa dan juga Amerika. Persoalan LGBT yang ada di Indonesia sudah banyak menimbulkan pertentangan pendapat, ada yang setuju dan ada pula yang menentang. Mereka yang merasa setuju terhadap LGBT menyatakan bahwa negara serta masyarakat harus mengampanyekan atau menyerukan prinsip non diskriminasi dimana antara lelaki, perempuang, maupun transgender , pecinta lawan jenis, maupun pecinta sesama jenis yang disebut dengan homoseksual. Pendukung LGBT ini memanfaatkan atau menggunakan hak asasi yang dimiliki oleh manusia sebagai dasar tuntutan mereka dengan pernyataan bahwa orientasi sosial adalah hak asasi bagi mereka atau hak kebebasan untuk mereka bertindak. Sebaliknya, bagi pihak yang merasa tidak setuju adanya hal ini, atau disebut dengan pihak yang kontra, menilai bahwa LGBT ini sebagai bentuk penyimpangan, serta tidak masuk ke dalam konsepsi Hak Asasi Manusia. Pada hal ini, negara serta masyarakat harus memberikan usaha yang semaksimal mungkin untuk melakukan upaya yang preventif terhadap gejala yang muncul dan juga berkembangnya LGBT yang akan membahayakan generasi masa depan di Indonesia, karena hal ini di anggap menyimpang. Maka dari itu, situasi ini bisa dikatakan sebagai posisi yang strategis pemerintah dalam hal ini sangat diperlukan untuk menangani masalah LGBT secara langsung guna menghindari disintegrasi antar warga negara. Keadaan seperti ini yang terjadi di Indonesia tentunya tidak bisa dipisahkan dari fenomena LGBT yang terjadi di kancah Internasional. Pada tahun 2011, Dewan Hak Asasi Manusia PBB mengeluarkan resolusi yang pertama mengenai hak-hak pengakuan atas LGBT, serta diikuti oleh laporan yang dari komisi hak asasi manusia PBB yang bertugas mendokumentasikan pelanggaran hak dari orang LGBT, termasuk kejahatan kebencian, kriminalisasi, homoseksualitas, serta yang terakhir adalah diskriminasi. Resolusi tentang pengakuan hak-hak LGBT merupakan resolusi PBB yang pertama juga secara spesifik mengangkat isu pelanggaran hak asasi manusia berdasarkan orientasi seksual serta identitas gender. Resolusi ini dijadikan sebagai landasan tuntutan bagi kaum LGBT dalam menuntut hak mereka dengan mengatasnamakan hak asasi manusia. Tetapi, berbicara tentang hak asasi manusia, maka tidak akan terlepas juga dari hukum dan falsafah yang dianut oleh suatu negara. Bagi negara Indonesia sendiri yang memiliki landasan hukum serta pancasila, maka negara akan menghargai hak dan juga kewajiban setiap warga negara serta penegakan HAM juga akan disesuaikan dengan nilai dan juga falsafah yang dianut oleh bangsa Indonesia.
Referensi:
Universitas Islam Indonesia (Yogyakarta). Pusat Studi Hak Asasi Manusia (PUSHAM), Smith, R. K., Asplund, K. D., & Marzuki, S. (2008). Hukum hak asasi manusia. Pusat Studi Hak Asasi Manusia, Universitas Islam Indonesia (PUSHAM UII).